Bagiku, sesungguhnya apa yang ku saksikan ini adalah sebuah ironi. Mereka adalah orang-orang yang baik. Sungguh, saya tidak menyangsikan kedermawanan, kesetiakawanan juga kebaikan hati mereka. Pertolongan mereka tulus, karena aku juga sering menerima bantuan mereka. Pendek kata , hablum minannas mereka oke.
Namun, ada hal yang membuat aku sedih. Mereka lupa akan hubungannya dengan Sang Pencipta. Aku tidak tahu apa alasan yang kuat hingga mereka mengabaikan shalat 5 waktu. Dalam sebuah percakapan ringan dengan seorang sahabat, ia berpendapat bahwa ada sudut pandang yang berbeda dalam menyikapi ”nilai kebenaran”. Ada dugaan kuat, yang terpenting bagi mereka adalah berbuat baik kepada semua makhluk / manusia. Selama saling tidak merugikan dan bisa membantu sesama, berarti tidak ada masalah.
Kembali lagi, yang tahu alasannya hanya mereka sendiri. Kadang, tergelitik pertanyaan dihati. Kenapa ya mereka bisa sampai seperti itu ? bisa engga ya mereka mendirikan tiang agama mereka yang telah dibangun atas dasar Syahadah ?
Hablum minannas oke. Hablum minAllah ? Apakah mereka sah bila dikatakan sombong ? Dalam pemahamanku, shalat bukan hanya bicara kewajiban. Ia juga mencakup totalitas penghambaan manusia. Sang Pengasih telah memberi kita segalanya, baik yang kita sadari maupun tidak. Sesusah-susahnya hidup, belum pernah dalam sehari perut ini benar-benar kosong. Aku bahkan telah diberi istri, anak yang menggemaskan, kesehatan serta banyak hal. Itu semuanya adalah rizki yang dikaruniakan Allah SWT kepadaku. Bahkan sampai hari ini, meski pas-pasan, kebutuhan dasarku tercukupi. Masihkah aku tidak bersyukur dengan segala nikmat yang telah aku terima ?
Ah, aku juga terlalu sombong jika hanya menyudutkan mereka. Dari sudut yang lain, aku melihat ini adalah sebuah tantangan dan bahkan sebuah cara untuk introspeksi diri. Bisa saja, mereka tidak shalat karena melihat banyaknya personal2 yang shalat, tapi tidak terlihat efek positifnya dalam kehidupan sehari-hari. Pernah suatu hari ada sahabat yang mengatakan, ” buat apa lu shalat, tapi kelakuan lu masih begitu2 aja!”
Ya, aku meyadari memang masih banyak kesalahan yang terus aku perbuat. Dan mungkin saja, mereka belum menemukan sosok ideal. Mereka mungkin belum menemukan sosok yang rajin dalam ibadah ritual sekaligus ramah dalam hubungan sosialnya.
Hidayah adalah urusan Sang Maha Pengatur. Tetapi cahaya matahari itu bersinar meliputi semesta raya. Ia menerangi apa saja dan siapa saja. Hanya bila saja masih kita dapati rumah itu dalam keadaan gelap, apakah rumah itu tidak tersinari cahaya matahari ? bagaimana dengan tirai jendela rumah tersebut ?
Wallahu a'lam
Bandung 23 jan 2010